Saturday 26 November 2011

Dua Orang Manusia

01:15 2 Comments

Dua orang manusia duduk saling berhadapan. Tanpa kata bersahutan. Hanya sesekali mata mereka bertatapan. Selebihnya, diam.

Dua orang manusia berjalan bersisian. Tanpa perlu saling bergandengan, hati mereka sudah bertautan.

Dua orang manusia membaca bersamaan. Membaca perasaan yang sering kali digembar-gemborkan orang. Tersipulah mereka, dengan senyum merona merah. Rindu itu sudah pecah. Tak lagi galau, tak lagi gelisah.

Dua orang manusia berucap bersamaan.
“Hatiku ini sudah kuserahkan. Hatimu itu sudah kuamankan. Maukah menjadi rekan perjalanan dalam kehidupan?”.

Aku yang mendengar berucap lirih,”Itu mantra, Itu cinta”.

Keduanya berjalan menuju matahari yang sinarnya malu-malu
memulai dari awal untuk mengeja rindu

Kamu yang melihat berbisik pelan,”Sayang, itu kita, bukan?”


Kampoeng Ilmu, 26 November 2011

Thursday 17 November 2011

Tempat Terakhir

21:17 0 Comments

Padi-Tempat Terakhir
meskipun aku di surga mungkin aku tak bahagia
bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu
lama sudah kau menemani langkah kaki di sepanjang
perjalanan hidup penuh cerita
kau adalah bagian hidupku dan akupun menjadi bagian
dalam hidupmu yang tak terpisah
* kau bagaikan angin di bawah sayapku
sendiri aku tak bisa seimbang, apa jadinya bila kau tak di sisi

reff:
meskipun aku di surga mungkin aku tak bahagia
bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu
aku ingin kau menjadi bidadariku di sana
tempat terakhir melabuhkan hidup di keabadian
bila nanti aku kehilangan, mungkin itu hanya sesaat
karena ku yakin kita kan bertemu lagi

tanpamu tak akan sama


- - -
dalam keheningan deru-deru kota
nadamu memecah kalbu
menjadi separuh aku yang kau bawa
menjadi aku yang separuh mendamba

dalam riuhnya jangkrik dan malam yang dingin
senyummu yang samar membekukan waktu
pada satu titiknya
aku menolak untuk maju
aku ingin selamanya berada disitu
dalam satu detiknya
aku ingin waktu melepas kita dari dimensinya

dalam hatiku, dalam hatimu
nama kita bersaut-sautan mencari jalan kembali

Surabaya, 18 November 2011

Sunday 6 November 2011

Antara Idul Adha, Sapi dan Global Warming

01:51 3 Comments

Idul Adha itu bikin global warming tambah parah.

itulah kesimpulan yang bisa saya ambil setelah membaca  pernyataan dari salah seorang kawan saya yang non-muslim. Selain karena pernyataan tersebut SARA banget, pernyataan tersebut kurang mendasar. Artinya pernyataan tersebut disimpulkan dari pemahaman bahwa Idul Adha identik dengan penyembelihan sapi, sapi adalah penyumbang gas metan terbanyak untuk global warming. Jika setiap tahun sapi terus disembelih, maka akan semakin banyak peternakan sapi semakin banyak pula gas metan yang dihasilkan. Semakin banyak hutan yang ditebang untuk dijadikan padang rumput bagi si sapi.

Eh, iya juga ya? terus gimana dong? 
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu tahu apa saja efek gas methan pada global warming dan hukum kurban dalam perayaan Idul Adha.


Gas metan dalam global warming
Meskipun hingga saat ini karbon dioksida menjadi penyebab utama efek rumah kaca, gas-gas lain juga ikut memberi sumbangsih. Gas-gas tersebut di antaranya gas methan, gas N2O dan CFCs. Keberadaan gas metan sebagai salah satu penyebab global warming sendiri baru diketahui sejak 1940 sejak dilakukan penelitian oleh Migeotte. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan konsentrasi metan di atmosfer sebesar 1720 ppbv, dua kali lebih banyak dari pada yang dihasilkan oleh pre-industri yaitu sebesar 700 ppbv.
The current global average atmospheric concentration of methane is 1720 ppbv, more than double its pre-industrial value of 700 ppbv [8].( A.R. Moss et al., 2000)
Jumlah tersebut memang jumlah yang besar dan pastinya punya pengaruh besar. Nah, soal kotoran sapi menjadi sumber gas metan, itu memang benar. Tapi perlu dicatat sapi bukanlah satu-satunya sumber gas metan. Justru gas metan yang dihasilkan oleh sapi jumlahnya jauh lebih sedikit daripada yang dihasilkan produksi padi. Nah, lho?! Yang mengatakan mau mengurangi global warming dari sisi gas metan kalau mau konsisten harusnya juga justru tidak makan nasi. Tapi apakah dengan begitu menyelesaikan masalah? Itu yang perlu dikaji lebih dalam.

Agriculture contributes about 21–25, 60 and 65–80% of the total anthropogenic emis-sions of carbon dioxide, methane and N2O respectively [36, 56, 152]. Agriculture is also thought to be responsible for over 95% of the ammonia, 50% of the carbon monox-ide and 35% of the nitrogen oxides released into the atmosphere as a result of human activities. ( A.R. Moss et al., 2000)
Artinya, Nad? Artinya, pertanian itu justru menjadi sumber besar gas-gas yang mengakibatkan efek rumah kaca, mulai dari karbon dioksiada, metan, N2O, ammonia, carbon monoksida sampai nitrogen oksida. Pertanian yang menjadi sumber gas tersebut dipaparkan dalam tabel berikut.

Methane emission rates from agricul-tural sources. Source: Watson et al. [152].
Agricultural sources Methane emission rates
(million tonnes per year)
Enteric fermentation   80
Paddy rice production   60–100
Biomass burning 40
Animal wastes   25
Total 205–245

Nampak jelas bahwa kotoran hewan dalam hal ini sapi atau hewan rumen lain, memerikan pengaruh leih kecil daripada produksi padi.
Tapi kan tetep aja berpengaruh, Nad. Tetep aja sapi nyumbang gas metan.

Iya, saya juga tidak menyangkalkanya. Tapi apakah kemudian dengan menghentikan peternakan sapi kemudian akan secara drastis mengurangi jumlah gas metan? Sapi dan hewan rumen lain berperan penting dalam kehidupan manusia, karena mereka dapat mengubah serat menjadi sumber protein. Untuk bisa mengurangi jumlah gas metan, dari paper yang saya baca itu, justru bisa dilakukan dengan mengatur pola pemberian makan. Hal itu akan berpengaruh pada pencernaan sapi dan tentunya berpengaruh pula pada gas metan yang dihasilkan. Lebih lengkapnya, paper tersebut menyebutkan.

Methane is an end-product of fermenta-tion of carbohydrates in the rumen. The gen-eration of this can be decreased by promot-ing a shift in fermentation toward propionate production, but cannot be eliminated com-pletely without adverse effects on ruminant production. Increasing animal productivity seems to be the most effective means of reducing methane release in the short term. It must be borne in mind that this method is only successful if overall production remains constant. The means to achieve this increase in productivity have been discussed, but nearly all involve the increased use of feed containing higher quality/lower fibre sources of carbohydrate. However, the rea-son that ruminants are so important to mankind is that much of the world’s biomass is rich in fibre and can be converted into high quality protein sources (i.e. meat and milk) for human consumption only by rumi-nants. 
Sapi dalam Idul Adha
Dalam Islam, tradisi kurban bukanlah suatu ibadah yang diwajibkan namun disunahkan. Tujuan kurban ini pada intinya adalah mengajari tentang keikhlasan berbagi. Apa wajib sapi? Tidak. Bisa kambing, bisa unta. Tapi karena unta di Indonesia tidak ada, maka dipilihlah sapi. Daripada buat beli sapi, duitnya kan mending disumbangin buat pendidikan? Kamu beruntung bisa tiap hari makan daging, tapi apakah pernah membayangkan orang yang tiap hari cuma mampu beli tempe bahkan tidak mampu sama sekali? Makan sendiri termasuk kebutuhan pokok manusia, sama halnya dengan pendidikan. Keduanya memberikan kebahagian bagi yang menerima. Nah, yang ingin saya garis bawahi adalah Islam tidak mengajarkan untuk berbagi daging, tapi berbagi kebahagian. Hak masing-masing individu untuk mengartikan kebahagiaan itu.
Kembali soal sapi, dalam Islam sendiri kalau tidak ada hewan berkaki empat bisa diganti dengan unggas. Tapi tentunya ada ketentuan tersendiri kalau hendak memilih unggas sebagai hewan kurban.

Bahkan jika dirasa keberadaan sapi ini sangat membahayakan bagi umat manusia, Islam memperbolehkan agar sapi dimusnahkan. Intinya, Islam menginginkan kebahagiaan bagi umat manusia, bukan mempersulit apalagi merusak bumi. Wallahua’alam.

untuk kawan saya itu dan juga kawan-kawan nonmuslim lainnya, saya mengajak menghidupkan kembali diskusi antar agama. bukan untuk mencari persamaan, tapi untuk saling mengerti sehingga tidak timbul kesalahpahaman yang berpotensi mencederai harmoni umat beragama di Indonesia.
Sumber:
Methane production by ruminants: its contribution to global warming. R. MOSS, Angela Jean-Pierre JOUANY, John NEWBOLD. 2000
Wawancara dengan A. Maruf Asrori. Direktur Penerbit Khalista Surabaya.

Thursday 3 November 2011

Dua Kutub yang Keras Kepala

01:59 5 Comments
Aku menulis ini dengan sepenuh kesadaran. Kesadaran bahwa belum tentu kamu membaca dan belum tentu kamu mau tahu aku menulis ini untukmu. Ya, untukmu.

Mengapa harus untukmu? Bukan untuk yang lain saja? Karena aku sudah memilih kamu. Aku memilih kamu bukan karena tak ada yang lain tapi karena aku tak lagi mampu melihat yang lain.

Kamu adalah magnet yang sangat kuat. Kamu adalah kutub utara paling keras kepala yang pernah kukenal, menyebalkan dan tidak pernah mau kalah argumen. Pendapat kita selalu 180 derajat berbeda. Kesepahaman sepertinya adalah keajaiban saja.

Hal remeh temeh seperti apakah makan siang di kantin itu rasanya enak hingga perdebatan serius apakah Indonesia bukan ilusi selalu membuat kita berseteru, tak pernah satu. Maka, akulah kutub selatan dan sesuai dengan hukum alam, perbedaan justru membuat dua hal semakin saling mendekat, melekat.

Aku menikmati semua pertemuan kita yang direncanakan Tuhan tapi tak pernah kita sadari. aku menyukai letupan-letupan dalam perutku tiap kali tanpa sengaja pandangan kita bertubrukan. Aku merindukan senyummu yang lepas, karena setiap kali mengalahkan pendapatku, kamu puas.

Aku merasa sebagai orang yang terlalu dini menyadari kita adalah dua kutub yang berbeda. Aku merasa bodoh karena aku sendiri yang memiliki degupan aneh tiap kali kita berpapasan. Aku tak pernah berhasil tahu apakah kamu merasakan yang sama. Apakah sepertiku, kamu menunggu namaku muncul di layar ponselmu, sekadar sms atau justru telepon. Apakah sepertiku, kamu selalu rajin memantau timeline twitter, untuk mengamati kapan aku serius kapan aku bercanda, kapan aku tidur kapan aku terjaga (aku mulai sadar kamu seorang gadget addict)

Aku penasaran namun aku tak bisa bertanya, karena aku perempuan. Hakikatku menunggu. Menunggu kamu menyapa dan menganggapku bukan lagi sekedar angin lewat atau teman biasa. Menunggumu menjadikanku istimewa.

Apakah aku sedang menunggu sesuatu yang sia-sia?

---
penulis adalah orang yang suka menebar kegalauan. bisa disimak pula lini masanya yang menyebalkan. :-D